Powered By Blogger

Senin, 08 Agustus 2011

Penantian, Sang nirwana, Bisikan janji-janji dan Surga

Taburan rindu dari seorang penanti yang tak pernah dikunjungi sang nirwana, kini telah jadi sepenggal cerita yang tak mampu ku hapus dalam ingatan. Hanya jani-janji bisikan dari sang nirwana yang selalu menguatkan cerita hidup dikala hitamnya kehidupan siap menjemput akal fikiran yang sebenarnya. Ribuan burung, seakan siap untuk tertawa terbahak-bahak jika diri ini menjalankan fikiran yang tak sebenarnya. Ku tundukan pandangan, tersirat, bunga-bungan pun menangis dibawah teriknya matahari.
Kini hanya tinggal penantian dan janji-janji bisikan yang masih hidup. Diri ini t’lah lama merasakan tak bernyawa. Entah apa yang harus kulakukan untuk membunuh jiwa yang tak bernyawa ini. Rapuhnya jiwa ini tak pernah ku inginkan. Rapuhnya niwa tak mampu mengembalikan semuanya. Ku s’lalu memohon pada Sang Illahi. Ku selalu bertanya pada-NYA akankah janji-janji bisikan yang dijanjikan oleh sang nirwana hidup dalam sucinya cinta? Seberapapun tetesan air mata yang kujatuhkan di sujud kesucianku, ku ingin Sang Illahi membayarnya dengan kehidupan sang nirwana nyata kembali untuk menghiasi hidupku dan merasakan janji-janji yang telah dibisikannya sebagai sempurna jalan hidupku ini.
Ku relakan kepergian sang nirwana meskipun menyimpan hancurnya cerita di hati.
Selamat jalan sang nirwana, engkau akan selalu menjadi cahaya penerangnya gelap hati. Bisikan janji-janjimu akan menjadi dawai pengiring jalan hidup yang akan kau bisikan lewat desahan angin yang siap mengntarkan dirku kedalam sempurnanya hidup. Dan telah kutuliskan cerita tentangmu ketika uraian air mata membasahi kedua telapak tanganku yang mengingatkan ku untuk menuliskan
Air mataku pergi mengantar kepergianmu, sesungguhnya aku tak percaya engkau tinggalkan aku sendiri.Berakhir sudah cinta yang t’lah lama kita bina. Semuanya hanya tinggal cerita yang terukir indah di hatiku. Perasaan ini takkan pernah mati, walau sampai akhir nanti kau selalu di hati. Perasaan ini akan selalu ada meski kau telah tiada. Tunggu aku di Surga.

Kamis, 21 Juli 2011

IBU


Ibu,
Tangismu adalah segalanya untukmu, untuk diriku.
Cucuran air mata mu adalah tumpahan kasih sayangmu untuk diri ku.
Sedihmu adalah kecemasan batinmu karena dan untuk diri ku.
Amarahmu adalah rasa perhatianmu untuk diriku.

Langkah hidupmu tak pernah tak tertuju untuk diriku.
Tindak prilakumu wujud cinta kepada diriku.
Permintaan do’a mu selalu ada untuk diriku.
Lontaran ucapanmu selalu nyata di hidupku.

Oh ibu….,

Begitu agung nya dirimu untuk diriku
Begitu indahnya namamu untuk diriku
Begitu besar nyatamu untuk diriku

Oh ibu….,

Begitu besarnya jiwamu
mempertaruhkan hidupmu untuk hidup diriku.
Dimana engkau ada engkau selalu ucap “untuk diriku”

I LOVE IBU.

TINDAKANKU


Tuhanku,
Ku hancurkan Fikiranku,
tanpa seribu tindakan.
Ku robohkan rasaku,
dengan satu tindakan.
Ku leburkan keinginanku,
dengan dua tindakan.
Ku padamkan hasratku,
dengan tiga tindakan.
Ku musnahkan jiwaku,
dengan empat tindakan.
Ku hitamkan bayanganku,
dengan lima tindakan.
Ku kelamkan kehidupanku,
dengan enam tindakan.
Tuhanku,
T’lah kusucikan Diriku,
Dan seluruh Jiwaku.

PERMAINAN DUNIA FANA


Ku terpaku di dunia fana ini
Ku terjebak dalam permainannya
Hingar bingar dari pengisinya memberi Aku kepuasan
Yang telah kusadari hanya semata.

Oh Tuhan,
Aku t’lah melupakan-Mu
dan semua suruhan-Mu
berikut pengikut suci dari Nya.
Tapi, mengapa Engkau tidak melupakan Aku?

Oh Tuhan,
Aku t’lah terlena atas permainan dunia fana ini.
Mungkin t’lah setengahnya ku mainkan.
Begitu gelapnya,
sedikitpun diri ini tidak ingat akan ketentuan-Mu.

Oh Tuhan,
Untuk itu.
Aku ingin lari.
Menjauh dari permainan di yang Fana ini
dimana disetengah permainan ini,
Aku ingin mengisinya dengan menjalankan suruhan-Mu
supaya Engkau tidak memurkaiku.

Tuhanku,
Hidayah dan Safa’at –Mu telah ku raih.

IZINKAN ASMA-MU TETAP DI HATI


Jiwa menangis,
menghadap Engkau,
Maafkanlah Aku Tuhan.
Demi nyawa “ Surga Dunia “
Aku relakan lenyap dipelukannya.
Hanya bakti ini yang bisa kuberi
Walaupun penuh dosa,
Murka-Mu akan menghampiri
T’lah Ku ketahui itu.
Tapi, janganlah Engkau terus marah pada ku.
Janganlah Engkau matikan Jiwa Raga ini
Sebelum “ Surga Dunia “ ku, Ku bahagiakan.
Ku relakan seribu Azab-Mu melalap tubuh ini.
Ku relakan itu.
Ku siagakan itu.
Namun, Izinkan Asma-Mu tetap di Hati.

HANYA AL-QURAN dan ISLAM


Ya Rabb,
Di bawah Mihrab-Mu, Apa yang bisa ku banggakan?

Kesempurnaan hati?
Tidak sama sekali.

Iman ku tak setinggi Iblis.
Islam ku tak sesempurna Muhammad
Ilmu ku tak sepadan Laki-Laki Pilihan-Mu.
Ikhlas ku tak setulus Ibrahim.

Waktu, Ruang,
Kitab, Agama, Tak ku sempurnakan di bumi ini.
Aku berlayar ke Tempat-Mu,
Tak sejengkal pun ku temukan rambu-rambu kehidupan-Mu.
 
Ku berjalan sepanjang jalan,
Berharap Engkau menunggu di persinggahan
Yang hanya bisa dilewati dengan berjalan,
Tapi tak sedikitpun
Aku cium harum-Mu

Hanya
sebatang panah patah
Itu pun berserakan di kegelapan.
Ku temukan memancarkan cahaya,
Namun harus ku susun
Tulisan panah petunjuk itu.

Tuhan,
“Kitab?”
“Agama?”
Apa tulisan itu, Tuhan?
Aku tak bisa membacanya, Tuhan.

Aku meringis.
Tuhan,
Ketika cahaya itu masuk kedalam mata,
Aku terbangun.
Ku menyadari
Ilmu t’lah ku dapatkan
Hanya Al-Qur’an dan Islam-lah
Yang mampu mengantarkan Aku selamat ke Tempat-Mu.
Ke Ikhlasan dan ke Imanan  yang sempurna
Dapat menjawab waktu dan ruang itu.

Kini, kesempurnaan hati t’lah menempati ruangan itu.